SULUT, BAROMETERSULUT.com – Penolakan Sidang Majelis Sinode Istimewa (SMSI) pada 30-31 Maret 2021 terus digaungkan.
Kali ini kembali disampaikan sejumlah pendeta, penatua dan syamas di lingkungan GMIM yang tergabung dalam Gerakan Peduli GMIM (GMIM).
Penolakan tersebut bahkan disampaikan lewat petisi yang dilaunching, Senin (22/2/2021).
Permohonan resmi ini ditujukan langsung kepada BPMS GMIM, MPH PGI, Gubernur Sulut, Pangdam XIII Merdeka, Kapolda Sulut, Ketua DPRD Sulut, Kajati dan stakeholder terkait.
Ada empat tuntutan yang disampaikan GPG diantaranya mendesak BPMS membatalkan SMSI.
Kedua, meminta keputusan Sidang Majelis Sinode ke-79 pada 2018 untuk menyiapkan revisi tata gereja.
Ketiga, tata gereja yakni tata dasar dan peraturan pelaksanaannya harus murni dan konsisten.
“Dan paling penting meminta kepada pimpinan pemerintah dan jajarannya agar tidak mengeluarkan izin digelarnya SMSI,” kata inisiator GPG Pdt, Ricky Pitoy Tafuama.
Ricky Tafuama menegaskan GPG sama sekali tidak terlibat dengan politik praktis.
Menurutnya, gerakan ini sudah ada sejak tahun lalu, namun urung muncul ke publik.
“Kenapa, karena kemarin itu tahun politik. Jadi kami pilih diam dulu,” tegasnya.
Mantan Wakil Sekretaris PGI, Pdt Lisye Makisanti menegaskan keputusan melaksanakan SMSI bukan wewenang ketua wilayah, tapi dua per tiga utusan resmi jemaat dalam sidang sinode empat tahun sekali dan berbagai ketentuan lainnya.
“Jadi kalau hanya ketua wilayah yang setuju, maka SMSI cacat hukum. Saya sedih dengan kenyataan ini karena belum pernah terjadi dalam sejarah GMIM,” tandasnya.
Pertimbangan lainnya, SMSI dinilai rentan dengan pelanggaran protokol kesehatan karena berpotensi menciptakan kerumunan.
“Jika diizinkan, ini adalah tamparan hebat bagi Presiden Joko Widodo, karena jumlah peserta bisa sampai ribuan. Bertolak belakang dengan imbauan pemerintah pusat,” tandasnya.(*/abx)