Manado, BAROMETERSULUT – Japi Panda Abdiel Tambayong, sering disapa Japi Tambajong yang lahir 12 Juli 1945 dan lebih dikenal dengan nama pena Remy Sylado adalah seorang aktor, dosen, novelis, penulis, sastrawan dan wartawan senior asal Minahasa, Sulawesi Utara.
Kini, kondisi Remy Sylado dalam keadaan sakit dan dirawat sang istri Marie Louise di rumahnya.
“Om Japi dalam kondisi sakit dan beliau punya keinginan untuk memperkenakan hasil karyanya, menghimpun dan mengumpulkan anak binaannya di Sulawesi Utara dengan membangun sebuah galery dan tempat pentas seni budaya,” kata Eleonora Moniung SH, MH, keponakan Remy Sylado, kepada wartawan, Jumat (7/1/2022).
Sebelumnya, pengacara nasional ini telah bertemu langsung dengan Gubernur Sulut Olly Dondokambey di vila Mangatasik.
‘’Pak Gubernur OD sangat support dan menunjuk tim kecil untuk merancang dan segera merealisasikan keinginan om Japi,’’ kata Eleonora.
Menurut Eleonora yang juga adalah Sekjen Yayasan Srikandi, tugas dari Om Japi ini sudah lama diembannya, sebelum beliau jatuh sakit.
‘’Saya optimis ini bisa berjalan lancar dengan harapan Remy Sylado Centre akan menjadi salah satu destinasi wisata budaya di Manado, ‘’ ujarnya.
Eleonora menambahkan, Tim Pokja 23671 Centre sudah dibentuk dan segera ‘action’. Pengarah Gubernur Sulut, Penasehat para Budayawan, Pembina Ir. Rita Dondokambey, Ketua Eleonora Moniung, Ketua Harian Donna Keles, Sekretaris Reggie Senduk, Bendahara Elsye Monginsidi dan Humas Jeane Rondonuwu.
Seperti diketahui, karir Remy Sylado berjaya lebih dari lima dekade, ia muncul di belasan film layar lebar dan termasuk salah satu aktor paling disegani di generasinya.
Ia juga seorang penulis aktif yang beberapa karyanya telah diadaptasi untuk layar lebar.
Salah satu film terkenal berdasarkan tulisannya adalah Ca-Bau-Kan (2002) dari novel berjudul sama Ca-Bau-Kan: Hanya Sebuah Dosa (1999).
Penampilan impresifnya sebagai aktor dalam drama romantis Tinggal Sesaat Lagi (1986), Akibat Kanker Payudara (1987) dan 2 dari 3 Laki-Laki (1989) membuatnya mendapatkan pujian kritis dan semuanya membuatnya mendapatkan tiga nominasi untuk Piala Citra Festival Film Indonesia sebagai Aktor Pendukung Terbaik.
Ia memulai karier sebagai wartawan majalah Tempo (Semarang, 1965), redaktur majalah Aktuil Bandung (sejak 1970), dosen Akademi Sinematografi Bandung (sejak 1971), Ketua Teater Yayasan Pusat Kebudayaan Bandung.
Saat di Teater Bandung 23671 adalah debut awal untuk karir sastrawannya.
Di Sulawesi Utara, drama kisah Johann Gottlieb Swhwarz, penginjil asal Jerman yang berjuang menyebarkan ijil di tanah Minahasa balutan tangan sastrawan Remy Sylado sangat dirindukan untuk dipentaskan kembali.
Saat itu, dalam rangka peringatan jasa Johann Gottlieb Schwarz, September 2015 Remy Sylado diundang oleh sebuah panitia yang diketuai oleh Tommy Sands Wungkar untuk membuat pertunjukan teater di Langowan, Minahasa, kota kecil nan sejuk di atas Manado.
Judul drama-musik ini adalah ‘Johann Gottlieb Schwarz’ dengan para pemain teater yakni Imam S. Bumiayu, Tanty Saragih, Catherine Lee, Eleonora Agatha Tan.
‘’Kami pentas di lapangan Schwarz dengan penonton sekitar 3000 orang,’’ demikian kutipan tulisan Remy di akun Remy Sylado-23671.
(Nando)