Minut,BAROMETERSULUT.com- Setelah sebelumnya melanggar aturan tahapan Pilkada 2024 yakni Peggi Mekel yang adalah istri dari Bakal Calon Bupati Melky J Pangemanan (MJP) yang masuk dalam ruangan pendaftaran dengan menggunakan ID Card Sekretaris PSI, kini tim MJP- CK kembali mencoba menarik perhatian publik dengan melakukan upaya hukum yang terkesan “Tabrak Aturan” .
Hal itu terjadi pada Pada Kamis, 19 September 2024, dimana tim MJP-CK melakukan komunikasi dengan pihak KPU Minahasa Utara terkait Pasal 71 ayat (2) UU Pilkada.
Terpantau dengan bekal percaya diri secara tegas mereka meminta dan memberikan spirit agar pasangan JG-KWL didiskualifikasi atau dibatalkan sebagai Pasangan Calon pada tanggal 22 September 2024 nanti oleh KPU Minahasa Utara.
Dimana Alasan tersebut mereka ungkapkan bahwa Pasangan JG-KWL telah melanggar ketentuan Pasal 71 ayat (2) UU Pilkada yang konsekuensi sanksinya adalah pembatalan Pasangan Calon oleh KPU Kabupaten/Kota (Lihat Pasal 71 ayat (5) UU Pilkada).
Namun menariknya adalah permintaan dari tim MJP-CK tersebut terkesan sangat tendensius karena tidak membaca secara holistik Pasal 71 ayat (2) UU Pilkada dan terkesan merupakan upaya untuk mengaburkan penilaian penyelenggara untuk membuat keputusan/penafsiran terhadap Pasal 71 ayat (2) UU Pilkada.
Untuk mendapatkan pemahaman secara komprehensif maka perlu menilik Pasal 71 ayat (2) UU Pilkada yang berbunyi: “Gubernur atau Wakil Gubernur, Bupati atau Wakil Bupati, dan Walikota atau Wakil Walikota dilarang melakukan penggantian pejabat 6 (enam) bulan sebelum tanggal penetapan pasangan calon sampai dengan akhir masa jabatan *kecuali* mendapat persetujuan tertulis dari Menteriā.
Secara eksplisit verbis bunyi Pasal di atas melarang Gubernur atau Wakil Gubernur, Bupati atau Wakil Bupati, dan Walikota atau Wakil Walikota melakukan penggantian pejabat 6 bulan sebelum penetapan pasangan calon sampai dengan masa akhir masa jabatan *kecuali* mendapat persetujuan tertulis dari menteri.
Jika Pasal tersebut di kontekstualisasikan pada Pasangan JG-KWL memang benar bahwa pada rentang waktu 6 bulan sebelum penetapan pasangan calon, pasangan JG-KWL melakukan penggantian pejabat dilingkungan Pemkab Minut. Namun penggantian tersebut langsung dibatalkan oleh Keputusan Bupati Minahasa Utara Nomor 821/BKPSDM/IV/2024 tanggal 17 April 2024 tentang Pencabutan Surat Keputusan Bupati Minahasa Utara Dalam Pelaksanaan Pelantikan di Lingkungan Pemerintah Kabupaten Minahasa Utara.
Setelahnya keluarlah Surat Nomor 100.2.2.6/682/OTDA 10 Mei 2024 dari Kementerian Dalam Negeri Perihal Penjelasan Terhadap Pelaksanaan Pengangkatan dan Pelantikan Pejabat di Lingkungan Pemerintah Daerah Kabupaten Minahasa Utara yang *juga merupakan Persetujuan Tertulis* Pengangkatan dan Pelantikan Pejabat Administrator, Pejabat Pengawas dan Pejabat Fungsional yang diberikan Tugas Tambahan sebagai Kepala Sekolah dan Kepala Puskesmas di Lingkungan Pemerintah Kabupaten Minahasa Utara. (Lihat Poin nomor 4 huruf (c) Surat Nomor 100.2.2.6/682/OTDA Kementerian Dalam Negeri Perihal Penjelasan Terhadap Pelaksanaan Pengangkatan dan Pelantikan Pejabat di Lingkungan Pemerintah Daerah Kabupaten Minahasa Utara).
Artinya Surat Kemendagri ini merupakan pengecualian yeng memperbolehkan penggantian pejabat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 ayat (2) UU Pilkada, sehingga memang benar bahwa penggantian pejabat dalam rentang waktu sebelum penetapan pasangan calon merupakan tindakan yang dilarang namun dikecualikan atau diperbolehkan *apabila telah mendapatkan persetujuan tertulis dari Menteri*.
Pasal 71 ayat (2) UU Pilkada ini merupakan aktualisasi dari asas hukum _No Rules Without Ekception_ atau tidak ada aturan tanpa pengecualian. Banyak aturan yang memberikan pengecualian terhadap tindakan yang dilarang untuk dilakukan namun dikecualikan atau dibolehkan dalam keadaan tertentu, seperti misalnya pada UU Kesehatan yang melarang secara jelas tindakan aborsi namun aborsi dikecualikan dan dibolehkan untuk dilakukan dalam kondisi tertentu seperti manakala ada indikasi kedaruratan medis yang dideteksi sejak usia dini kehamilan, baik yang mengancam nyawa ibu dan/atau janin, yang menderita penyakit genetik berat dan/atau cacat bawaan, maupun yang tidak dapat diperbaiki sehingga menyulitkan bayi tersebut hidup di luar kandungan; atau kehamilan akibat perkosaan yang dapat menyebabkan trauma psikologis bagi korban perkosaan (Lihat Pasal 75 ayat (2) UU Kesehatan).(Nadam)